Rizuana
Al-Qur'an Inspiration, Sebuah Nasehat

Bagaimana Surat Ad-Duha mengubah hidupmu?

Bagaimana Surat Ad-Duha bisa mengubah hidupmu?

Bagaimana Surat Ad-Duha mengubah hidupmu?

Banyak dari kita sudah tahu surah ad-duha dan mungkin bisa membacanya dengan sangat baik, yang tampaknya cukup mudah untuk dihafal. Berapa banyak dari kita, meskipun, telah benar-benar tahu tentang alasan kenapa ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tapi sedikit yang tahu bagaimana mengimplikasikan surah Ad-Duha dalam kehidupan kita?

Surah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad saw pada saat ia tidak menerima wahyu apapun selama enam bulan, bahkan tidak dalam bentuk mimpi! Nabi saw dalam keadaan pikirannya tidak dalam keadaan tenang, serta perasaan negatif yang kemudian menyangka bahwa Allah tidak peduli pada dirinya, sudah melupakannya, dan tidak ingin memilihnya sebagai Nabi lagi.

lbnu lshaq berkata, “Setelah itu, wahyu terputus dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hingga beliau sedih karenanya. Kemudian Jibril datang kepada beliau dengan membawa surat Adh-Dhuha. Dalam surat Adh-Dhuha, Allah Ta’ala—Dialah yang memuliakan beliau— bersumpah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa Dia tidak meninggalkan beliau dan tidak benci kepada beliau. Allah Ta’ala berfirman,

‘Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tiada benci kepadamu. ’ (Adh-Dhuha: 1-3).

Pada saat ketika tingkat iman kita rendah, kekhusyuan kita dalam shalat dan kemudian kita merasa bahwa hubungan kita dengan Allah tidak bisa kembali seperti dulu lagi? Kita merasa seperti doa kita tidak dijawab, shalat kita tidak memiliki dampak positif pada diri dan hati kita, dan pada tingkatan tertentu kita berkata, “we are goner, and there is nothing we can do”, bahwa kita merasa bahwa Allah tidak mengasihi kita atau tidak peduli kepada kita lagi.

Surah Ad-Dhuha itu diturunkan kepada Nabi saw untuk membebaskannya dari perasaan negatif tersebut dan memberinya harapan positif, dan jaminan bahwa Allah tetap peduli kepadanya. Dan melalui itu kita juga dapat menemukan kedamaian, serta harapan baru kepada-Nya.

Jadi, apa yang terkandung di dalam surah Ad-Duha ini?

(1). وَالضُّحَىٰ
Demi waktu matahari sepenggalahan naik,

Ini adalah hal pertama yang perlu Anda lihat saat Anda mengalami putus asa: Bangun, melihat sinar matahari! Segala sesuatu dalam hidup tidak seperti yang anda bayangkan- You just have to look up! Menengadahlah, look out there, semua indah jika kita bisa benar-benar meresapinya.

(2). وَالَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),

Mengapa ayat ini tiba-tiba berbicara tentang kegelapan? Ini sebagai pengingat bagi kita bahwa malam ini dimaksudkan untuk menutupi dan memberi kita kenyamanan dan beristirahat di dalamnya.

Umumnya ketika kita mengalami depresi, kita cenderung mengubah pola tidur kita sehingga kebanyakam dari kita memilih untuk begadang di malam hari dan tidur sepanjang hari secara terus-menerus. Ayat ini mengingatkan kita untuk menggunakan malam sebagai kenyamanan untuk meringankan penderitaan kita.

(3). مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu,

Ini adalah ayat yang sangat menusuk siapapun yang merasa dirinya tidak dikasihi Allah, dalam ayat ini Allah memberitahu kita bahwa Dia tidak membenci kita dan tidak melupakan kita- mengingatkan orang yang putus asa bahwa Dia selalu di sampingnya!

(4). وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”

Banyak dari kita ketika mengalami depresi, dan kemudian kita berkata: “Is it never going to get better?”

Ayat ini sebagai jawaban yang sempurna untuk pertanyaan-pertanyaan, mengingatkan kita bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara dan akhirat tentu lebih baik, tempat yang lebih kekal dan lebih sempurna dari apa yang kita miliki sekarang.

Hal ini membuat kita melihat ke depan untuk mencapai tempat kita di Surga dan membantu kita melihat masalah dalam kehidupan kita sebagai ujian keimanan sehingga kita memiliki hujjah di sisi Allah bahwa iman kita sudah dipertaruhkan dengan berbagai ujian yang ada di dunia ini.

(5). وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.”

Sebuah janji dari Allah bahwa ia akan segera memberi kita pahala yang besar (Jannah).

Bukankah ini adalah kabar baik bagi Anda ketika Anda tertekan dan ‘muak’ dengan kehidupan dunia ini dan masalah-masalah yang Anda hadapi?

(6). أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

Dari ayat ini dan seterusnya, Allah memberi kita alasan untuk percaya deklarasi dan janji-janji-Nya dari ayat pertama surah tersebut diturunkan.

Nabi Muhammad terlahir sebagai anak yatim. Ia bahkan tak pernah tahu seperti apa wajah ayahnya. Kemudian belum banyak beliau menikmati kebersamaan dengan ibunya setelah kembali dari Bani Sa’d tempat beliau disusui dan dibesarkan di sana, Aminah, sang ibu dipanggil Allah menyusul ayahnya. Kakek yang mengasuhnya setelah itu pun dipanggil Allah. Hingga Muhammad kecil diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Siapa yang mengatur peristiwa demi peristiwa itu. Siapa sesungguhnya yang merekayasa semuanya. Allah lah pada hakikatnya yang mendidik dan mengasuh Nabi Muhammad, meskipun sebabnya melalui ibu, kakek dan paman juga orang-orang lainnya. Siapa pula yang menumbuhkan kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad.

(7). وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

Siapa yang memberi petunjuk jika bukan Allah. Secara spesifik sebagian ahli tafsir berpendapat petunjuk yang dimaksud di sini adalah kenabian dan syariat yang dibawa oleh beliau.

(8). وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.

Allah membebaskan Nabi Muhammad saw dari kefakiran dengan memberi kecukupan. Dari sejak diberi kemampuan mencari nafkah melalui menggembala kambing, kemudian berdagang dan sukses di bidang tersebut, hingga kemudian menikah dengan seorang konglerawati yang shalihah; Khadijah binti Khuwailid ra. Kemudian Allah berikan rasa cukup dan qanaah dalam hati beliau.

(9). فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.

Berbuat baik dan tidak menzhalimi anak yatim menjadi prioritas dalam menyukuri nikmat Allah. Terlebih bagi Rasulullah saw sangat terasa, bagaimana beliau menjadi anak yatim tapi dicintai dan dimuliakan oleh orang-orang sekelilingnya. Tak heran jika dalam berbagai kesempatan beliau sering mengatakan “Aku dan pengafil anak yatim seperti dua jari ini”. Beliau menunjuk jari tengah dan jari telunjuk beliau. Az-Zajjaj memberikan penakwilan lain, yaitu ini sekaligus larangan untuk menzhalimi anak yatim dengan berbagai cara. Di antaranya memakan harta anak yatim yang diwarisi dari orang tuanya.

(10). وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.

Jika ada orang yang meminta maka sebaiknya kita memberinya sesuatu yang membuatnya berbahagia atau setidaknya menghilangkan sedikit bebannya. Jika seandainya kita belum mampu atau tidak memberinya apapun maka sebaiknya kata-kata yang baiklah yang kita berikan kepadanya. Allah berfirman dalam ayat lain, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun” (QS. 2: 263).

(11). وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).

Jika ayat ini diperuntukkan kepada kita maka konteksnya lebih luas. Yang dimaksud menyebut-nyebut, berbicara atau berbagai saat kita mendapat nikmat juga luas. Diawali dengan bertahmid dan bersyukur kepada Allah, kita disunnahkan untuk memberitahu orang-orang yang dekat dan kita cintai. Jika memungkinkan maka percikan nikmat tersebut juga bisa bermanfaat bagi orang lain. Jika nikmat itu adalah harta maka bersyukurlah dengan zakat dan shadaqah. Jika nikmat itu adalah ilmu maka bersyukurlah dengan mengamalkan dan mengajarkannya. Tapi, menyebut-nyebut nikmat secara berlebihan akan mengundang rasa iri dan dengki, maka sebaiknya hal tersebut dilakukan dengan wajar.

And Allah Knows best, until next time. Inshaallah.

Ditulis oleh: Angga Rizuana
On Saturday, January 2016

In Bandung, West Java.